“Kelapa Sawit adalah komoditi Indonesia yang mendunia dan menguasai pasar dunia, jangan sampai ada komponen di dalam negeri yang turut menghalangi perkembangan komoditi ini. Sebab ini adalah anugerah Tuhan bagi bangsa ini,” kata Direktur Jenderal Perkebunan Ir. Achmad Mangga
Barani yang akan pensiun pada 1 Juli 2010.Bila sudah pensiun nanti, Achmad Mangga Barani mengatakan kepada Sinar Tani akan terus memperjuangkan apa yang ia telah rintis selama ini. “Saya ingin melihat, agribisnis sawit Indonesia berjalan dengan bagus dan yang sangat saya rindukan bagaimana masyarakat bisa menghargai sawit dan tidak terklibat dalam melarang pengembangan sawit. Sebab sawit adalah komoditi yang merupakan anugerah Tuhan yang harus kita kembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, “ tambahnya.Menurut data internasional luas kebun sawit dunia hanya sekitar 11 juta ha, 6 juta ha di antaranya di Indonesia.
Data dari Indonesia diungkapkan bahwa luas kebun sawit Indonesia sudah melebihi 7,4 juta ha, seluas 3,9 juta ha atau 48 persen di antaranya adalah perkebunan milik rakyat. “Revitalisasi perkebunan telah berhasil membangun kebun sawit rakyat seluas 135 ribu ha dengan dana hampir Rp 5 triliun,” urai penulis buku “Memaknai Sebuah Anugerah, Sumbangsih Kelapa Sawit Indonesia bagi Dunia” ini.
Produksi minyak sawit Indonesia sudah mencapai 20 juta ton, akhir tahun ini diperkirakan mencapai 21 juta ton. Hanya 4 juta ton dari total produksi minyak sawit itu yang dikonsumsi dalam negeri, sisanya sebanyak 16 sampai 17 juta ton diekspor.
Menurut Achmad Mangga Barani yang juga tengah menyelesaikan buku berjudul Bukan Sebuah Impian Menjadi Produsen Kakao Kelas Dunia ini, dampak sawit bagi masyarakat pedesaan sangat berbeda dengan komoditi lainnya. “Sawit itu bisa menyejahterakan dan dan membangun desa dengan cepat, pabrik olahannya yakni pabrik kelapa sawit (PKS) ada di desa, sehingga menggerakkan ekonomi desa antara Rp 5-6 miliar setiap 1 – 2 minggu di sekitar PKS, maka tumbuhlah kekuatan perekonomian pedesaan,” tambahnya.
Diungkapkannya, yang pertama kali membangun kebun sawit di Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara PT Perkebunan Nusantara. Pada era tahun 80-an, Departemen Pertanian atas bantuan dana dari Bank Dunia mengembangkan kebun sawit pola kemitraan inti plasma (PIR).
Keberhasilan ini berkembang di mana-mana. “Dan akhirnya sekarang banyak swasta yang membangun kebun sawit,” tutur Achmad Mangga Barani.Pengembangan sawit waktu itu sudah memperhatikan aspek lingkungan. Hanya waktu itu belum ada saingan dengan minyak nabati non sawit. Hingga kini, pemerintah tetap konsisten untuk membangun kebun sawit yang lestari dan aman terhadap lingkungan.
Misalnya dalam Undang-Undang No 18/2004 Tentang Perkebunan pada bab IV Bagian Ketujuh Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Pasal 25 disebutkan pada ayat
(1) Setiap pelaku usaha perkebunan wajib memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah kerusakannya.
(2) Untuk mencegah kerusakan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebelum memperoleh izin usaha perkebunan perusahaan perkebunan wajib membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup;
sumber tabloid SINAR TANI
Data dari Indonesia diungkapkan bahwa luas kebun sawit Indonesia sudah melebihi 7,4 juta ha, seluas 3,9 juta ha atau 48 persen di antaranya adalah perkebunan milik rakyat. “Revitalisasi perkebunan telah berhasil membangun kebun sawit rakyat seluas 135 ribu ha dengan dana hampir Rp 5 triliun,” urai penulis buku “Memaknai Sebuah Anugerah, Sumbangsih Kelapa Sawit Indonesia bagi Dunia” ini.
Produksi minyak sawit Indonesia sudah mencapai 20 juta ton, akhir tahun ini diperkirakan mencapai 21 juta ton. Hanya 4 juta ton dari total produksi minyak sawit itu yang dikonsumsi dalam negeri, sisanya sebanyak 16 sampai 17 juta ton diekspor.
Menurut Achmad Mangga Barani yang juga tengah menyelesaikan buku berjudul Bukan Sebuah Impian Menjadi Produsen Kakao Kelas Dunia ini, dampak sawit bagi masyarakat pedesaan sangat berbeda dengan komoditi lainnya. “Sawit itu bisa menyejahterakan dan dan membangun desa dengan cepat, pabrik olahannya yakni pabrik kelapa sawit (PKS) ada di desa, sehingga menggerakkan ekonomi desa antara Rp 5-6 miliar setiap 1 – 2 minggu di sekitar PKS, maka tumbuhlah kekuatan perekonomian pedesaan,” tambahnya.
Diungkapkannya, yang pertama kali membangun kebun sawit di Indonesia adalah Badan Usaha Milik Negara PT Perkebunan Nusantara. Pada era tahun 80-an, Departemen Pertanian atas bantuan dana dari Bank Dunia mengembangkan kebun sawit pola kemitraan inti plasma (PIR).
Keberhasilan ini berkembang di mana-mana. “Dan akhirnya sekarang banyak swasta yang membangun kebun sawit,” tutur Achmad Mangga Barani.Pengembangan sawit waktu itu sudah memperhatikan aspek lingkungan. Hanya waktu itu belum ada saingan dengan minyak nabati non sawit. Hingga kini, pemerintah tetap konsisten untuk membangun kebun sawit yang lestari dan aman terhadap lingkungan.
Misalnya dalam Undang-Undang No 18/2004 Tentang Perkebunan pada bab IV Bagian Ketujuh Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Pasal 25 disebutkan pada ayat
(1) Setiap pelaku usaha perkebunan wajib memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mencegah kerusakannya.
(2) Untuk mencegah kerusakan fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebelum memperoleh izin usaha perkebunan perusahaan perkebunan wajib membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup;
sumber tabloid SINAR TANI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar