Rabu, 09 Juni 2010
Ulos (selendang khas batak part 2)
. . . . Berdasarkan raksanya, dikenal bebera macam ulos:
1. Ulos ragidup
yang tertinggi darjatnya, sangat sulit pembuatannya.
Ulos ini terdiri atas tiga bahagian, iaitu dua sisi yang ditenun sekaligus,dan satu bahagian tengah yang ditenum tersendiri dengan sangat rumit.
Bahagian tengahnya terdiri ata tiga bahagian, yaitu bahagian tengah atau badan, dan dua bahagian lainnya sebagai ujung tempat pigura lelaki (pinarhalak hana) dan ujung tempat pigura perempuan (pinarhlak boru-boru).
Setiap pigura diberi beraneka ragam lukisan, antara lain ‘antiganting sigumang’, batuhi ansimun, dsb.
Warna, lukisan, serta cork (ragi) memberi kesan seolah-olah ulos benar-benar hidup, sehingga orng menyebutnya ‘ragidup’, iaitu lambang kehidupan.
Setiap rumah tangga Batak mempunyai ulos ragidup.
Selain lambang kehidupan, ulos ini juga lambang doa restu untuk kebahagian dalam kehidupan, terutama dalam hal keturunan, yakni banyak anak (gabe) bagi setiap keluarga dan panjang umur (saur sarimatua).
Dalam upacara adat perkahwinan, ulos ragidup diberikan oleh orng tua pengantin perempuan kepada ibu pengantin lelaki sebagai ‘ulos pargomgom’ yang maknanya agar besannya ini atas idzin Tuhan YME tetap dapat melalui bersama sang menantu anak dari sipemberi ulos tadi.
2. Ulos ragihotang
juga termasuk berdarjah tinggi, namun cara pembuatannya tidak serumit ulos ragidup. Hotang bererti rotan, dan raksa ulos ini mempunyai keistimewaan yang dapat diikuti dari keempat umpasannya. Ulos ini digunakan untuk mengulosi seseorng yang dianggap picik dengan harapan agar Tuhan akan memberikan hasil yang baik, dan orng yang rajin berkerja. Dalam upacara kematian, ulos ini dipakiuntuk membungkus jenazah, sedangkan kepada upacara pengkuburan kedua kalinya, untuk membungkus tulang-belulangnya.
Ulos sibolang juga digolongkan sebagai ulos berdarjat tinggi, sekalipun cara pembuatannya lebih sederhana.
3. Ulos sibolang
semula disebut sibolang sebab dibeikan kepada orang yang berjasa untuk ‘mabulangbulangi’ (menghormati) orang tua penggantin perempuan untuk mengulosi ayah pengantin lelaki sebagai ‘ulos pansaniot’.
Dalam suatu pesta perkahwinan, dulu ada kebiasaan memberikan ‘ulos siholang si toluntuho’ oleh orang tua pengantin perempuan kepada menantunya sebagai ulos bela (ulos menantu).
Pada ulossi toluntuho ini raginya tampak jelas mengambarkan tiga buah tuho (bahagian) yang merupakan lambang Dalihan Na Tolu.
Mengulosi menantu lelaki dimaksudkan agar ia selalu berhati-hati dengan teman-teman semarga, dan faham siapa yang harus dihurmati; memberi hurmat kepada semua kerabat pihak isteri; dan lemah lembut terhadap keluarganya.
Selain itu, ulos ini diberikan kepada seorang wanita yang tinggal mati suaminya sebagai tanda menghurmati jasanya selama menjadi isteri almarhum.
Pembeian ulos tersebut biasanya dilakukan pada waktu upacara bekabong, dan dengan demikian juga dijadikan tanda bagi wanita tersebut bahawa ia telah menjadi seorang janda. Ulos-ulos lain yang digunakan dalam upacara adat, antara lain, ‘ulos meratur’ dengan motif garis-garisyang mengambarkan burung atau banyak bintang tersusun teratur.
Biasanya ulos ini digunakan sebagai ‘ulos parompa’ dengan harapan agar setelah anak pertama lahir akan menyusul kelahiran anak-anak lain sebanyak burung atau bintang yang terlukis dalam ulos tersebut.
Jenis lain adalah ‘ragi botik, ragi angkola, sirata, silimatuho, holean, sinar labu-labu, dsb.
Dari besar kecil biaya pembuatannya, ulos dapat dibedakan dalam tiga golongan
:- Ulos nametmet, yang ukurng panjang dan lebarnya jauh lebih kecil, tidak digunakan dalam upacara adat, melainkan untuk dipakai sehari-hari.
Yang termasuk dalam golongan ini antara lain ulos sirampat, ragi huting, namarpisaran, dan sebagainya.
- Ulos nabalga;
adalah ulos kelas tinggi atau tertinggi. Jenis ulos ini pada umumnya digunakan dalam upacara adat sebagai pakaian resmi atau sebagai ulos yang diserahkan atau diterima.
Yang termasuk didalam golongan ini ialah: sibolang, runjat jobit, ragidup atau ragi hidup, dsb. Cara memakai ulos bermacam-macam tergantung pada situasinya.
Ada orng memakai ulos dibahunya (dihadang atau sampe-sampe) seperti pemakaian selendang berkebaya; ada yang memakainya sebagai kain sarong (diabithon), ada yang melilitkannya dikepala (dililitohon) dan ada pula yang mengikatnya secara ketat dipinggang. Arti dan fungsi kain selendang tenun khas Batak ini sejak dulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan, kecuali bebera variasi yang disesuaikan dengan kodisi sosial budaya.
Ulos kini tidk hany berfungsi sebagai lambang penghangat dan kasih sayang, melainkan juga sebagai lambang kedudukan lambang komunikasi, dan lambang solidaritas.
Sumber = silaban.Net
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar